II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Terumbu Karang
1.1. Biologi Karang
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem
yang dibentuk dari endapan padat kalsium karbonat (CaCO3), yang
dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur (calcareous algae) dan organisme lainnya
yang mensekresikan kalsium karbonat (Nybakken 1997). Menurut Odum (1971) terumbu karang sebagai
bagian ekosistem yang dibangun oleh sejumlah biota, baik hewan maupun tumbuhan
secara terus menerus mengikat ion kalsium dan karbonat dari air laut yang
menghasilkan rangka kapur yang selanjutnya membentuk terumbu.
Karang
merupakan nama lain dari ordo Scleractinia yang memiliki jaringan batu kapur
yang keras. Karang dapat hidup secara berkoloni maupun soliter.
Karang sebagai individu terdiri dari polip (bagian yang lunak) dan kerangka
kapur (bagian yang keras). Polip karang mulutnya terletak di bagian atas dan
juga berfungsi sebagai anus. Jaringan tubuh karang terdiri dari ektoderm,
mesoglea dan endoderm (Gambar 1) (Veron 1986).
Gambar 1. Anatomi karang
Ektoderm
merupakan jaringan terluar yang mempunyai cilia, kantung lendir dan sejumlah
nematokis. Mesoglea adalah jaringan yang terletak antara ektoderm dan endoderm,
bentuknya seperti jelly. Endoderm merupakan jaringan yang paling dalam
dan sebagian besar berisi zooxanthellae (Nybakken 1997).
Umumnya pada koral pembentuk terumbu
terdapat alga bersel satu yang dikenal dengan zooxanthellae yang hidup pada jaringannya. Hubungan simbiosis yang terjadi di diantara
keduanya memudahkan bagi koral untuk fokus dalam memproduksi kalsium karbonat
dengan baik. Zooxanthellae merupakan produsen.
Hampir 90% hasil produksi zooxanthellae
di transfer menjadi jaringan karang.
1.2. Faktor
Pembatas Bagi Terumbu Karang
Ada
beberapa faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan terumbu karang. Pada tingkatan yang minimum pada
faktor-faktor ini, biasanya karang tidak akan dapat tumbuh dengan baik. Faktor ini disebut faktor pembatas. Nybakken (1997) mencatat ada 6 (enam) faktor
pembatas utama bagi terumbu karang: cahaya, suhu, kedalaman, salinitas,
sedimentasi dan terakhir udara yang menyebabkan karang tidak dapat tumbuh
keatas. Karang akan mati jika terlalu
lama di udara terbuka, sehingga pertumbuhan mereka ke atas terbatas hanya
sampai tingkat pasang-surut terendah.
Syarat utama bagi
karang untuk tumbuh dan berkembang secara aktif adalah keberadaan cahaya
(Nybakken 1997). Jika karang tidak
mendapat cahaya yang cukup (entah karena meningkatnya kekeruhan air atau
meningkatnya pengendapan yang menghalangi cahaya masuk ke dalam kolom air),
karang akan berhenti tumbuh atau dapat mati.
Cahaya dibutuhkan dalam proses fotosintesis zooxanthellae dalam karang.
Cahaya juga meningkatkan produksi oksigen, yang akan merangsang
metabolisme karang untuk meningkatkan pengendapan kalsium karbonat dan juga
pertumbuhan karang itu sendiri. Karang
mensyaratkan kedalaman air dimana intensitas cahaya sedikitnya 1 – 2% dari
intensitas yang ada di permukaan.
Ketergantungan karang dengan cahaya juga membatasi kedalaman perairan
dimana karang dapat ditemukan.
Tidak ada spesies karang yang dapat
ditemukan tumbuh dengan baik pada perairan dengan kedalaman lebih dari 70
meter, kebanyakan karang tumbuh baik pada perairan yang kedalamannya kurang
dari 25 meter (Nybakken 1997). Faktor
pembatas lainnya bagi pertumbuhan karang dan distribusinya adalah suhu. Terumbu karang umumnya dominan pada wilayah
yang berada pada 25o lintang utara hingga 25o lintang
selatan dimana suhu perairan umumnya konstan sepanjang tahun (Hoegh-Guldberg
1999). Nybakken (1997) menyatakan bahwa
karang lebih suka pada suhu perairan rata-rata 23 – 25 oC, namun
Hoegh-Guldberg (1999) menemukan pula karang dapat hidup pada suhu 18 – 30 oC.
Faktor lain yang membatasi perkembangan
terumbu karang adalah salinitas. Karang
hermatipik umumnya tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dari 32
– 35‰, (Nybakken 1997).
Sedimentasi
juga mempengaruhi pertumbuhan karang.
Endapan yang berasal dari aktivitas sungai yang bermuara ke perairan
mampu menutupi pori-pori karang sehingga menyumbat struktur pemberian
makannya. Hal lain yang mengganggu
adalah pembatasan intensitas cahaya yang masuk ke perairan akibat adanya
sedimentasi maupun partikel-partikel terlarut yang mengganggu proses
fotosintesis zooxanthellae (Nybakken
1997). Porites yang berbentuk massif,
dominan dalam kondisi perairan yang keruh karena karang ini memiliki toleransi
terhadap sedimentasi, yang disebabkan karena adanya mekanisme membersihkan
melalui sekresi lendir (mucus) atau
aksi rambut getarnya (ciliary) (Goh
and Sasekumar 1980) sedangkan Acropora
yang dapat berbentuk percabangan (branching),
menjari (digitate), meja (tabular) dan Montipora yang berbentuk daun (foliose)
memiliki toleransi yang rendah terhadap sedimentasi (Riegl, 1999).
1.3. Tipe dan Bentuk Terumbu Karang
Terumbu karang dibangun dengan proses
yang sama tetapi secara geomorfologi dibentuk berdasarkan dimana mereka tumbuh
dan sejarah permukaan laut. Umumnya,
kebanyakan terumbu karang telah terbentuk kurang dari 10.000 tahun yang lalu
setelah kenaikan permukaan air laut yang disertai dengan pencairan es yang
menyebabkan banjir pada paparan benua. Ketika terumbu karang terbentuk, mereka
mulai membangun bentang terumbu keatas bersamaan dengan menaiknya permukaan air
laut. Geomorfologi dari terumbu disebabkan oleh dua faktor utama: kenaikan
permukaan air laut relatif dan bentuk substrat dasar.
1. Bentuk bercabang (branching), yang memiliki cabang lebih
panjang dari diameternya. Banyak
terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas dari lereng terumbu,
terutama yang terlindungi atau setengah terbuka, memberikan tempat perlindungan
bagi ikan dan invertebrata tertentu.
2. Bentuk padat (massive), yang berbentuk seperti bola
dengan ukuran yang bervariasi, permukaannya halus dan padat. Biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu
karang dan bagian atas lereng terumbu yang belum rusak. Terumbu jenis ini memberikan perlindungan yang
sangat baik serta berperan sebagai daerah mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan hewan-hewan lain.
3. Bentuk kerak (encrusting), yang tumbuh menyerupai
dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang
kecil. Banyak terdapat pada lokasi
terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng
terumbu. Merupakan tempat berlindung
untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.
4. Bentuk meja (tabulate), yang menyerupai meja dengan
permukaan yang lebar dan datar. Karang
ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada sisi membentuk
sudut atau datar
5. Bentuk daun (foliaceous), yang tumbuh dalam bentuk
lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan
membentuk lipatan atau melingkar. Banyak
terdapat pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung, memberikan
perlindungan bagi ikan dan hewan lainnya.
6. Bentuk jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak
seperti jamur besar, memiliki tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi
hingga pusat mulut.
7. Karang api (Millepora), dapat dikenali dengan
adanya warna kuning di ujung koloninya dan rasa panas apabila tersentuh
8. Karang biru (Heliopora), memiliki warna biru pada
skeletonnya.
9.
Berbentuk
pipa (Tubifora), koloninya membentuk
pipa yang tersusun ke atas dan kesamping dengan warna merah pada skeletonnya.
Khusus untuk karang
golongan acropora memiliki
bentuk-bentuk sebagai berikut, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.
1. Acropora bercabang (acropora branching), berbentuk cabang
seperti ranting pohon.
2. Acropora meja (acropora tabulate), memiliki bentuk
bercabang dengan arah mendatar seperti meja.
3. Acropora merayap (acropora encrusting), memiliki bentuk
merayap, biasanya merupakan bentuk acropora
yang belum sempurna.
4. Acropora submasif (acropora submassive), memiliki cabang
lempeng yang kokoh.
5.
Acropora
berjari (acropora digitate), memiliki
cabang yang rapat yang menyerupai jari-jari.
Gambar 2.
Bentuk Pertumbuhan Karang
2. Ikan-ikan Karang
Ikan karang merupakan ikan
yang terdapat hidup dari masa juvenil hingga dewasa di terumbu karang (Sale,1991). Keberadaan ikan karang di terumbu memiliki
keterkaitan yang erat dengan kondisi fisik terumbu karang tersebut. Perbedaan pada kondisi tutupan karang akan
mempengaruhi densitas ikan karang, terutama yang memiliki keterkaitan kuat
dengan karang hidup (Chabanet et al.
1997; Suharsono,1995).
Keanekaragaman ikan karang ditandai
dengan keanekaragaman jenis. Salah satu
penyebab tingginya keragaman jenis di terumbu adalah akibat bervariasinya
habitat yang ada. Hal ini juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor: sifat substrat yang kompleks, ketersediaan
makanan, kualitas perairan, arus, gelombang, ketersediaan tempat untuk
bersembunyi, penutupan karang dan lain-lain (Bouchon-Navaro et al. 1996).
Dari
hasil survei PPTK-UNHAS (2007) dijumpai 14 famili karang dan 80 jenis karang
batu dan juga ditemukan 213 jenis ikan yang mewakili 31 famili ikan karang di
lokasi yang akan diamati di Kab. Kepulauan Selayar
2.1. Pengelompokan Ikan Karang
English et al. (1997) mengelompokkan jenis ikan karang ke dalam 3 kelompok
utama, yaitu:
a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting
dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka menjadikan terumbu karang
sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini
diwakili oleh famili Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap),
Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor
kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae
(ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol);
b. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang
yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan
ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili
Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);
c. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran
kecil, umumnya 5–25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga
dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam
jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan
ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh famili
Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan
sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
Lowe and McConel (1987) mengelompokkan
komunitas ikan karang kedalam dua kelompok yaitu :
1.
Kelompok
ikan yang terkadang terdapat pada terumbu karang seperti ikan dari famili
Scombridae dan Myctophidae
2.
Kelompok
ikan yang tergantung pada terumbu karang sebagai tempat mencari makan, tempat
hidup atau kedua-duanya.
Berdasarkan penyebaran hariannya,
ikan-ikan karang dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu ikan yang aktif pada
siang hari (diurnal) dan ikan yang aktif pada malam hari (nokturnal). Menurut Lowe dan McConel (1987) sebagian
besar ikan karang bersifat diurnal serta ikan yang bersifat nokturnal biasanya
merupakan ikan karnivora. Menurut Randall et
al. (1990), Ikan-ikan diurnal umumnya ikan herbivora yang berwarna cerah
yang pada malam hari bersembunyi di celah-celah batu atau gua-gua kecil dekat
permukaan karang serta ada yang membenamkan diri dalam pasir.
Beberapa
deskripsi famili ikan karang menurut Randall et al. (1990) yaitu:
1.
Acanthuridae:
dikenal sebagai surgeonfish, memakan
alga dasar dan memiliki saluran pencernaan yang panjang; makanan utamanya
adalah zooplankton atau detritus. Surgeonfishes mampu memotong ikan-ikan
lain dengan duri tajam yang berada pada sirip ekornya.
2.
Balistidae: golongan triggerfish,
karnivora yang hidup soliter pada siang hari, memakan berbagai jenis
invertebrata termasuk moluska yang bercangkang keras dan echinodermata;
beberapa jenis juga memakan alga atau zooplankton.
3.
Blennidae:
biasanya hidup pada lubang-lubang kecil di terumbu, sebagian besar spesies
penggali dasar yang memakan campuran alga dan invertebrata; sebagian pemakan
plankton, dan sebagian spesialis makan pada kulit atau sirip dari ikan-ikan
besar, dengan meniru sebagai pembersih.
4.
Caesonidae:
dikenal sebagai ekor kuning, pada siang hari sering ditemukan pada gerombolan
yang sedang makan zooplankton pada pertengahan perairan diatas terumbu,
sepanjang hamparan tubir dan puncak dalam gobah. Meskipun merupakan perenang
aktif, mereka sering diam untuk menangkap zooplankton dan biasanya berlindung
di terumbu pada malam hari.
5.
Centriscidae:
berenang dalam posisi tegak lurus dengan moncong kebawah; memakan zooplankton
yang kecil.
6.
Chaetodontidae:
disebut juga ikan butterfly, umumnya
memiliki warna yang cemerlang, memakan tentakel atau polip karang, invertebrate
kecil, telur-telur ikan lainnya, dan alga berfilamen. Beberapa spesies juga pemakan plankton.
7.
Ephippidae:
bentuk tubuh yang pipih, gepeng, mulutnya kecil, umumnya omnivora yang memakan
alga dan invertebrata kecil.
8.
Gobiidae:
umumnya terdapat di perairan dangkal dan disekitar terumbu karang. Kebanyakan
karnivora penggali dasar yang memakan invertebrata dasar yang kecil, sebagian
juga merupakan pemakan plankton. Beberapa spesies memiliki hubungan simbiosis
dengan invertebrata lain (misalnya : udang) and sebagian dikenal memindahkan
ectoparasit dari ikan-ikan lain.
9.
Labridae:
dikenal dengan wrasses, merupakan
ikan ekonomis penting, memiliki bentuk, ukuran dan warna yang sangat berbeda.
Kebanyakan spesies penggali pasir, karnivora bagi invertebrata dasar; sebagian
juga merupakan pemakan plankton dan beberapa spesies kecil memindahkan
ectoparasit dari ikan-ikan lain yang lebih besar.
10.
Mullidae:
dikenal dengan goatfish, memiliki
sepasang sungut di dagunya, yang mengandung organ sensor kimia dan digunakan
untuk memeriksa keberadaan invertebrata dasar atau ikan-ikan kecil pada pasir
atau lubang di terumbu, banyak yang memiliki warna yang cemerlang.
11.
Nemipteridae:
dikenal sebagai threadfin breams atau
whiptail breams, ikan karnivora yang
umumnya memakan ikan dasar kecil, sotong-sotongan, udang-udangan atau cacing;
beberapa spesies adalah pemakan plankton
12.
Pomacentridae:
dikenal dengan damselfishes, memiliki
bermacam warna yang berbeda secara individu dan lokal bagi spesies yang sama.
Beberapa spesies merupakan ikan herbivora, omnivora atau pemakan plankton. Damselfish meletakkan telur-telurnya di
dasar yang dijaga oleh ikan jantan. Termasuk didalam kelompok ini ikan-ikan
anemon (Amphiprioninae) yang hidup berasosiasi dengan anemon laut.
13.
Scaridae: dikenal sebagai parrotfish, herbivora, biasanya mendapatkan alga dari substrat
karang yang mati. Mengunyah batu karang beserta alga serta membentuk pasir
karang, hal ini membuat parrotfish
menjadi salah satu produsen pasir penting dalam ekosistem terumbu karang.
Scaridae merupakan ikan ekonomis penting.
14.
Serranidae:
dikenal dengan sea bass, kerapu,
predator penggali dasar, ikan komersial, memakan udang-udangan dan ikan.
Subfamilinya adalah Anthiinae, Epinephelinae dan Serranidae.
15.
Sygnathidae:
dikenal sebagai kuda laut atau pipefish.
Beberapa memiliki warna yang indah. Umumnya terbatas di perairan dangkal.
Memakan invertebrata dengan menghisap pada moncong pipanya. Jantannya memiliki
kantong eram sebagai tempat penyimpanan telur dan diinkubasikan.
16.
Zanclidae:
memiliki bentuk seperti Acanthuridae dengan mulut yang tabular tanpa duri di
bagian ekor. Memakan spons juga invertebrata dasar.
Menurut Sale (1991), kelompok ikan
karang yang berasosiasi paling erat dengan lingkungan terumbu karang menjadi tiga
golongan utama yaitu :
a.
Labroid : Labridae (wrasses), Scaridae (parrot fish), dan Pomacentridae (damselfishes)
b.
Acanthuroid : Achanturidae (surgeonfishes), siganidae (rabbitfishes), dan Zanclidae (Moorish idols)
c.
Chaetodontoid : Chaetodontidae (butterflyfishes) dan Pomachantidae (angelfishes).
2.2. Interaksi Antara Ikan dan Terumbu Karang
Perbedaan
dalam kekayaan spesies berhubungan dengan kompleksitas habitat (Friedlander et al. 2003). Ikan-ikan yang soliter dan
yang bergerombol, keduanya merupakan penetap penting pada ekosistem terumbu
karang. Banyak spesies ikan
menunjukkan kesukaan terhadap habitat tertentu.
Menurut Robertson (1996) Komunitas ikan karang (kelimpahan dan struktur)
dipengaruhi oleh interaksi kompetisi diantara spesies tersebut.
Interaksi ikan karang
dengan terumbu karang dapat dibagi menjadi tiga bentuk (Choat and Bellwood
1991) yaitu :
1. Interaksi langsung sebagai
tempat berlindung dari predator bagi ikan-ikan muda.
2. Interaksi dalam mencari
makan bagi ikan yang mengkonsumsi biota pengisi habitat dasar, meliputi
hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang dan alga.
3.
Interaksi
tidak langsung antara struktur terumbu karang dan kondisi hidrologi serta
sedimentasi dengan pola makan ikan pemakan plankton dan karnivor.
Menurut Nybakken
(1997), interaksi spesies ikan karang dan ekosistem terumbu karang meliputi :
1. Pemangsaan. Dua kelompok ikan yang secara aktif memakan
koloni-koloni karang adalah : (a) spesies yang memakan polip-polip karang
mereka sendiri seperti ikan buntal (Tetraodontidae), ikan kuli pasir
(Monacanthidae), ikan pakol (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae),
dan (b) sekelompok omnivora yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan
alga atau invertebrata yang hidup dalam lubang kerangka karang.
2.
Grazing.
Kegiatan memakan alga oleh ikan-ikan herbivora dari jenis Siganiidae,
Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang mampu meningkatkan kemampuan
karang dalam melakukan pemulihan dengan
mengurangi jumlah alga.
Ikan dapat memiliki peran penting dalam jaring
makanan pada ekosistem terumbu karang, perannya dapat sebagai mangsa atau
pemangsa. Kelebihan dari sisa makanan
dan kotoran yang dihasilkan menyediakan makanan dan nutrisi bagi populasi yang
lain. Beberapa jenis ikan seperti Parrotfish merupakan pemakan tumbuhan
(herbivora) dan memakan alga yang ada di terumbu. Setelah menggerus rangka terumbu karang guna
mendapatkan alga secara tidak langsung mereka membentuk pasir karang.
Beberapa spesies dikenal sebagai pembersih dan
membentuk stasiun pembersihan di sepanjang terumbu. Ketika seekor ikan besar datang ke stasiun
pembersihan, ikan pembersih akan memindahkan parasit dari ikan tersebut. Jika ikan yang sama keduanya bertemu kembali
di tempat yang lain, ikan yang lebih besar akan memakan ikan yang lebih
kecil. Tetapi tampaknya ada aturan yang
lain yang digunakan pada stasiun pembersihan.
Dominasi
dari satu atau dua komponen mikrohabitat dapat memberikan pengaruh dominansi
dari famili ikan tertentu (misalnya: melimpahnya Sargassum memiliki proporsi kelimpahan ikan tertinggi dari famili
Labridae). Spesies ikan berinteraksi sangat dekat dengan habitatnya bagi
keseluruhan hidupnya dan juga ini menjadi alasan untuk membuat hipotesa bahwa
distribusi dan struktur dari komunitas ikan karang harus berhubungan dengan
variabel keberadaan habitat (McGehee 1994; Ohman and Rajasuria 1998). Faktor yang telah ditemukan mempengaruhi
struktur komunitas ikan meliputi keanekaragaman dasar, kompleksitas habitat,
tutupan karang hidup, tutupan makro alga, kedalaman dan keberadaannya. Secara
topografi, habitat karang kompleks atau berbagai bentuk pertumbuhan karang atau
keanekaragaman bentuk dasar yang tinggi, seharusnya menyediakan banyak
mikrohabitat, lokasi tempat perlindungan dan sumber makanan bagi sejumlah besar
individu dan spesies ikan .
Benfield
et al. (2008) menemukan adanya
hubungan positif antara tutupan karang bercabang dengan famili Serranidae. Serranidae yang berasosiasi dekat dengan
karang bercabang dan menggunakan struktur ini sebagai tempat perlindungan (misalnya
pada spesies Epinephelus analogus dan
Serranus psittacinus).
Kelompok
herbivora juga memiliki korelasi yang positif dengan tutupan karang bercabang
dalam tempat komunitas karang (Ohman and Rajasuria 1998). Tempat alga berfilamen tumbuh dan diantara percabangan
dan koloni karang juga menyediakan sumber makanan bagi ikan (Ohman and Rajasuria
1998) dan banyak dari herbivora merupakan anggota kelompok Pomacentridae, yang
dominan pada habitat yang menggunakan karang sebagai tempat berlindung (Wellington
1982; Ohman and Rajasuria 1998).
Hubungan
positif antara Tetradontidae dan kelimpahan karang massif dapat dijelaskan
melalui keberadaan famili ini pada sumber makanan (Guzman and Robertson 1989). Pada pengamatan ini, mereka menemukan
beberapa spesies ditemukan berasosiasi dengan karang massif yang secara umum
jumlahnya lebih besar yang akan menerangkan hubungan di antara karang masiif
dan dibandingkan dengan jumlah spesies dari komunitas karang setempat.
Kemampuan untuk bermanuver juga sangat penting bagi
ikan-ikan karang yang hidup di terumbu karang. Beberapa jenis ikan-ikan karang
(wrasse, parrot fish, dan surgeonfishes (Acanthuridae) tidak lagi berenang layaknya
ikan-ikan lain yang berenang dengan berosilasi normal kecuali dalam keadaan
darurat dan bukannya mengepakkan sirip dadanya. Ikan-ikan jenis triggerfishes (Balistidae) yang memiliki
sirip punggung dan ventral yang berpasangan serta ada pula yang ikan-ikan yang
memiliki pasangan sirip yang berpola seperti pada ikan kuda laut (seahorses), ikan pipa (pipefishes) dan ikan terompet (trumpet fishes) (Bone and Moore 2008).