Thursday, June 13, 2013

Terumbu Karang


II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Terumbu Karang
1.1. Biologi Karang
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dari endapan padat kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur (calcareous algae) dan organisme lainnya yang mensekresikan kalsium karbonat (Nybakken 1997).  Menurut Odum (1971) terumbu karang sebagai bagian ekosistem yang dibangun oleh sejumlah biota, baik hewan maupun tumbuhan secara terus menerus mengikat ion kalsium dan karbonat dari air laut yang menghasilkan rangka kapur yang selanjutnya membentuk terumbu.
Karang merupakan nama lain dari ordo Scleractinia yang memiliki jaringan batu kapur yang keras. Karang dapat hidup secara berkoloni maupun soliter. Karang sebagai individu terdiri dari polip (bagian yang lunak) dan kerangka kapur (bagian yang keras). Polip karang mulutnya terletak di bagian atas dan juga berfungsi sebagai anus. Jaringan tubuh karang terdiri dari ektoderm, mesoglea dan endoderm (Gambar 1) (Veron 1986).



Gambar 1. Anatomi karang
Ektoderm merupakan jaringan terluar yang mempunyai cilia, kantung lendir dan sejumlah nematokis. Mesoglea adalah jaringan yang terletak antara ektoderm dan endoderm, bentuknya seperti jelly. Endoderm merupakan jaringan yang paling dalam dan sebagian besar berisi zooxanthellae (Nybakken 1997).         
Umumnya pada koral pembentuk terumbu terdapat alga bersel satu yang dikenal dengan zooxanthellae yang hidup pada jaringannya. Hubungan simbiosis yang terjadi di diantara keduanya memudahkan bagi koral untuk fokus dalam memproduksi kalsium karbonat dengan baik.  Zooxanthellae merupakan produsen.  Hampir 90% hasil produksi zooxanthellae di transfer menjadi jaringan karang.

1.2. Faktor Pembatas Bagi Terumbu Karang       
           
          Ada beberapa faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan terumbu karang.  Pada tingkatan yang minimum pada faktor-faktor ini, biasanya karang tidak akan dapat tumbuh dengan baik.  Faktor ini disebut faktor pembatas.  Nybakken (1997) mencatat ada 6 (enam) faktor pembatas utama bagi terumbu karang: cahaya, suhu, kedalaman, salinitas, sedimentasi dan terakhir udara yang menyebabkan karang tidak dapat tumbuh keatas.  Karang akan mati jika terlalu lama di udara terbuka, sehingga pertumbuhan mereka ke atas terbatas hanya sampai tingkat pasang-surut terendah.
Syarat utama bagi karang untuk tumbuh dan berkembang secara aktif adalah keberadaan cahaya (Nybakken 1997).  Jika karang tidak mendapat cahaya yang cukup (entah karena meningkatnya kekeruhan air atau meningkatnya pengendapan yang menghalangi cahaya masuk ke dalam kolom air), karang akan berhenti tumbuh atau dapat mati.  Cahaya dibutuhkan dalam proses fotosintesis zooxanthellae dalam karang.  Cahaya juga meningkatkan produksi oksigen, yang akan merangsang metabolisme karang untuk meningkatkan pengendapan kalsium karbonat dan juga pertumbuhan karang itu sendiri.  Karang mensyaratkan kedalaman air dimana intensitas cahaya sedikitnya 1 – 2% dari intensitas yang ada di permukaan.  Ketergantungan karang dengan cahaya juga membatasi kedalaman perairan dimana karang dapat ditemukan. 
Tidak ada spesies karang yang dapat ditemukan tumbuh dengan baik pada perairan dengan kedalaman lebih dari 70 meter, kebanyakan karang tumbuh baik pada perairan yang kedalamannya kurang dari 25 meter (Nybakken 1997).  Faktor pembatas lainnya bagi pertumbuhan karang dan distribusinya adalah suhu.  Terumbu karang umumnya dominan pada wilayah yang berada pada 25o lintang utara hingga 25o lintang selatan dimana suhu perairan umumnya konstan sepanjang tahun (Hoegh-Guldberg 1999).  Nybakken (1997) menyatakan bahwa karang lebih suka pada suhu perairan rata-rata 23 – 25 oC, namun Hoegh-Guldberg (1999) menemukan pula karang dapat hidup pada suhu 18 – 30 oC.
Faktor lain yang membatasi perkembangan terumbu karang adalah salinitas.  Karang hermatipik umumnya tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dari 32 – 35‰, (Nybakken 1997).         
          Sedimentasi juga mempengaruhi pertumbuhan karang.  Endapan yang berasal dari aktivitas sungai yang bermuara ke perairan mampu menutupi pori-pori karang sehingga menyumbat struktur pemberian makannya.  Hal lain yang mengganggu adalah pembatasan intensitas cahaya yang masuk ke perairan akibat adanya sedimentasi maupun partikel-partikel terlarut yang mengganggu proses fotosintesis zooxanthellae (Nybakken 1997). Porites yang berbentuk massif, dominan dalam kondisi perairan yang keruh karena karang ini memiliki toleransi terhadap sedimentasi, yang disebabkan karena adanya mekanisme membersihkan melalui sekresi lendir (mucus) atau aksi rambut getarnya (ciliary) (Goh and Sasekumar 1980) sedangkan Acropora yang dapat berbentuk percabangan (branching), menjari (digitate), meja (tabular) dan Montipora yang berbentuk daun (foliose) memiliki toleransi yang rendah terhadap sedimentasi (Riegl, 1999).

1.3. Tipe dan Bentuk Terumbu Karang
Terumbu karang dibangun dengan proses yang sama tetapi secara geomorfologi dibentuk berdasarkan dimana mereka tumbuh dan sejarah permukaan laut.  Umumnya, kebanyakan terumbu karang telah terbentuk kurang dari 10.000 tahun yang lalu setelah kenaikan permukaan air laut yang disertai dengan pencairan es yang menyebabkan banjir pada paparan benua. Ketika terumbu karang terbentuk, mereka mulai membangun bentang terumbu keatas bersamaan dengan menaiknya permukaan air laut. Geomorfologi dari terumbu disebabkan oleh dua faktor utama: kenaikan permukaan air laut relatif dan bentuk substrat dasar.
          Berdasarkan pertumbuhannya, karang batu (Scleractinian) yang dapat membentuk terumbu dibagi menjadi Acropora and non-Acropora (English et al. 1997). Perbedaan utama antara Acropora and non-Acropora berdasarkan struktur rangkanya. Beberapa bentuk pertumbuhan karang non-Acropora:
1.   Bentuk bercabang (branching), yang memiliki cabang lebih panjang dari diameternya.  Banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas dari lereng terumbu, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka, memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.
2.   Bentuk padat (massive), yang berbentuk seperti bola dengan ukuran yang bervariasi, permukaannya halus dan padat.  Biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu yang belum rusak.  Terumbu jenis ini memberikan perlindungan yang sangat baik serta berperan sebagai daerah mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan hewan-hewan lain.
3.   Bentuk kerak (encrusting), yang tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil.  Banyak terdapat pada lokasi terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu.  Merupakan tempat berlindung untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.
4.   Bentuk meja (tabulate), yang menyerupai meja dengan permukaan yang lebar dan datar.  Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada sisi membentuk sudut atau datar
5.   Bentuk daun (foliaceous), yang tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar.  Banyak terdapat pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung, memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lainnya.
6.   Bentuk jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur besar, memiliki tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
7.   Karang api (Millepora), dapat dikenali dengan adanya warna kuning di ujung koloninya dan rasa panas apabila tersentuh
8.   Karang biru (Heliopora), memiliki warna biru pada skeletonnya.
9.   Berbentuk pipa (Tubifora), koloninya membentuk pipa yang tersusun ke atas dan kesamping dengan warna merah pada skeletonnya.
Khusus untuk karang golongan acropora memiliki bentuk-bentuk sebagai berikut, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.
1.   Acropora bercabang (acropora branching), berbentuk cabang seperti ranting pohon.
2.   Acropora meja (acropora tabulate), memiliki bentuk bercabang dengan arah mendatar seperti meja.
3.   Acropora merayap (acropora encrusting), memiliki bentuk merayap, biasanya merupakan bentuk acropora yang belum sempurna.
4.   Acropora submasif (acropora submassive), memiliki cabang lempeng yang kokoh.
5.   Acropora berjari (acropora digitate), memiliki cabang yang rapat yang menyerupai jari-jari.
 






Gambar 2. Bentuk Pertumbuhan Karang


2. Ikan-ikan Karang

Ikan karang merupakan ikan yang terdapat hidup dari masa juvenil hingga dewasa di terumbu karang (Sale,1991).  Keberadaan ikan karang di terumbu memiliki keterkaitan yang erat dengan kondisi fisik terumbu karang tersebut.  Perbedaan pada kondisi tutupan karang akan mempengaruhi densitas ikan karang, terutama yang memiliki keterkaitan kuat dengan karang hidup (Chabanet et al. 1997; Suharsono,1995).
          Keanekaragaman ikan karang ditandai dengan keanekaragaman jenis.  Salah satu penyebab tingginya keragaman jenis di terumbu adalah akibat bervariasinya habitat yang ada.  Hal ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor: sifat substrat yang kompleks, ketersediaan makanan, kualitas perairan, arus, gelombang, ketersediaan tempat untuk bersembunyi, penutupan karang dan lain-lain (Bouchon-Navaro et al. 1996).
Dari hasil survei PPTK-UNHAS (2007) dijumpai 14 famili karang dan 80 jenis karang batu dan juga ditemukan 213 jenis ikan yang mewakili 31 famili ikan karang di lokasi yang akan diamati di Kab. Kepulauan Selayar
2.1. Pengelompokan Ikan Karang
English et al. (1997) mengelompokkan jenis ikan karang ke dalam 3 kelompok utama, yaitu:
a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka menjadikan terumbu karang sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini diwakili oleh famili Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol);
b. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);
c. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5–25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
Lowe and McConel (1987) mengelompokkan komunitas ikan karang kedalam dua kelompok yaitu :
1.   Kelompok ikan yang terkadang terdapat pada terumbu karang seperti ikan dari famili Scombridae dan Myctophidae
2.   Kelompok ikan yang tergantung pada terumbu karang sebagai tempat mencari makan, tempat hidup atau kedua-duanya.
Berdasarkan penyebaran hariannya, ikan-ikan karang dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu ikan yang aktif pada siang hari (diurnal) dan ikan yang aktif pada malam hari (nokturnal).  Menurut Lowe dan McConel (1987) sebagian besar ikan karang bersifat diurnal serta ikan yang bersifat nokturnal biasanya merupakan ikan karnivora. Menurut Randall et al. (1990), Ikan-ikan diurnal umumnya ikan herbivora yang berwarna cerah yang pada malam hari bersembunyi di celah-celah batu atau gua-gua kecil dekat permukaan karang serta ada yang membenamkan diri dalam pasir.
Beberapa deskripsi famili ikan karang menurut Randall et al. (1990) yaitu:
1.      Acanthuridae: dikenal sebagai surgeonfish, memakan alga dasar dan memiliki saluran pencernaan yang panjang; makanan utamanya adalah zooplankton atau detritus.  Surgeonfishes mampu memotong ikan-ikan lain dengan duri tajam yang berada pada sirip ekornya.
2.      Balistidae:  golongan triggerfish, karnivora yang hidup soliter pada siang hari, memakan berbagai jenis invertebrata termasuk moluska yang bercangkang keras dan echinodermata; beberapa jenis juga memakan alga atau zooplankton.
3.      Blennidae: biasanya hidup pada lubang-lubang kecil di terumbu, sebagian besar spesies penggali dasar yang memakan campuran alga dan invertebrata; sebagian pemakan plankton, dan sebagian spesialis makan pada kulit atau sirip dari ikan-ikan besar, dengan meniru sebagai pembersih.
4.      Caesonidae: dikenal sebagai ekor kuning, pada siang hari sering ditemukan pada gerombolan yang sedang makan zooplankton pada pertengahan perairan diatas terumbu, sepanjang hamparan tubir dan puncak dalam gobah. Meskipun merupakan perenang aktif, mereka sering diam untuk menangkap zooplankton dan biasanya berlindung di terumbu pada malam hari.
5.      Centriscidae: berenang dalam posisi tegak lurus dengan moncong kebawah; memakan zooplankton yang kecil.
6.      Chaetodontidae: disebut juga ikan butterfly, umumnya memiliki warna yang cemerlang, memakan tentakel atau polip karang, invertebrate kecil, telur-telur ikan lainnya, dan alga berfilamen.  Beberapa spesies juga pemakan plankton.
7.      Ephippidae: bentuk tubuh yang pipih, gepeng, mulutnya kecil, umumnya omnivora yang memakan alga dan invertebrata kecil.
8.      Gobiidae: umumnya terdapat di perairan dangkal dan disekitar terumbu karang. Kebanyakan karnivora penggali dasar yang memakan invertebrata dasar yang kecil, sebagian juga merupakan pemakan plankton. Beberapa spesies memiliki hubungan simbiosis dengan invertebrata lain (misalnya : udang) and sebagian dikenal memindahkan ectoparasit dari ikan-ikan lain.
9.      Labridae: dikenal dengan wrasses, merupakan ikan ekonomis penting, memiliki bentuk, ukuran dan warna yang sangat berbeda. Kebanyakan spesies penggali pasir, karnivora bagi invertebrata dasar; sebagian juga merupakan pemakan plankton dan beberapa spesies kecil memindahkan ectoparasit dari ikan-ikan lain yang lebih besar.
10.   Mullidae: dikenal dengan goatfish, memiliki sepasang sungut di dagunya, yang mengandung organ sensor kimia dan digunakan untuk memeriksa keberadaan invertebrata dasar atau ikan-ikan kecil pada pasir atau lubang di terumbu, banyak yang memiliki warna yang cemerlang.
11.   Nemipteridae: dikenal sebagai threadfin breams atau whiptail breams, ikan karnivora yang umumnya memakan ikan dasar kecil, sotong-sotongan, udang-udangan atau cacing; beberapa spesies adalah pemakan plankton
12.   Pomacentridae: dikenal dengan damselfishes, memiliki bermacam warna yang berbeda secara individu dan lokal bagi spesies yang sama. Beberapa spesies merupakan ikan herbivora, omnivora atau pemakan plankton. Damselfish meletakkan telur-telurnya di dasar yang dijaga oleh ikan jantan. Termasuk didalam kelompok ini ikan-ikan anemon (Amphiprioninae) yang hidup berasosiasi dengan anemon laut.
13.   Scaridae:  dikenal sebagai parrotfish, herbivora, biasanya mendapatkan alga dari substrat karang yang mati. Mengunyah batu karang beserta alga serta membentuk pasir karang, hal ini membuat parrotfish menjadi salah satu produsen pasir penting dalam ekosistem terumbu karang. Scaridae merupakan ikan ekonomis penting.
14.   Serranidae: dikenal dengan sea bass, kerapu, predator penggali dasar, ikan komersial, memakan udang-udangan dan ikan. Subfamilinya adalah Anthiinae, Epinephelinae dan Serranidae.
15.   Sygnathidae: dikenal sebagai kuda laut atau pipefish. Beberapa memiliki warna yang indah. Umumnya terbatas di perairan dangkal. Memakan invertebrata dengan menghisap pada moncong pipanya. Jantannya memiliki kantong eram sebagai tempat penyimpanan telur dan diinkubasikan.
16.   Zanclidae: memiliki bentuk seperti Acanthuridae dengan mulut yang tabular tanpa duri di bagian ekor. Memakan spons juga invertebrata dasar.
          Menurut Sale (1991), kelompok ikan karang yang berasosiasi paling erat dengan lingkungan terumbu karang menjadi tiga golongan utama yaitu :
a.    Labroid : Labridae (wrasses), Scaridae (parrot fish), dan Pomacentridae (damselfishes)
b.    Acanthuroid : Achanturidae (surgeonfishes), siganidae (rabbitfishes), dan Zanclidae (Moorish idols)
c.    Chaetodontoid : Chaetodontidae (butterflyfishes) dan Pomachantidae (angelfishes).
2.2. Interaksi Antara Ikan dan Terumbu Karang
Perbedaan dalam kekayaan spesies berhubungan dengan kompleksitas habitat (Friedlander et al. 2003). Ikan-ikan yang soliter dan yang bergerombol, keduanya merupakan penetap penting pada ekosistem terumbu karang. Banyak spesies ikan menunjukkan kesukaan terhadap habitat tertentu.  Menurut Robertson (1996) Komunitas ikan karang (kelimpahan dan struktur) dipengaruhi oleh interaksi kompetisi diantara spesies tersebut.
Interaksi ikan karang dengan terumbu karang dapat dibagi menjadi tiga bentuk (Choat and Bellwood 1991) yaitu :
1.   Interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan-ikan muda.
2.   Interaksi dalam mencari makan bagi ikan yang mengkonsumsi biota pengisi habitat dasar, meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang dan alga.
3.   Interaksi tidak langsung antara struktur terumbu karang dan kondisi hidrologi serta sedimentasi dengan pola makan ikan pemakan plankton dan karnivor.
Menurut Nybakken (1997), interaksi spesies ikan karang dan ekosistem terumbu karang meliputi :
1.   Pemangsaan.  Dua kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni-koloni karang adalah : (a) spesies yang memakan polip-polip karang mereka sendiri seperti ikan buntal (Tetraodontidae), ikan kuli pasir (Monacanthidae), ikan pakol (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), dan (b) sekelompok omnivora yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan alga atau invertebrata yang hidup dalam lubang kerangka karang.
2.   Grazing. Kegiatan memakan alga oleh ikan-ikan herbivora dari jenis Siganiidae, Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang mampu meningkatkan kemampuan karang dalam melakukan pemulihan  dengan mengurangi jumlah alga.
Ikan dapat memiliki peran penting dalam jaring makanan pada ekosistem terumbu karang, perannya dapat sebagai mangsa atau pemangsa.  Kelebihan dari sisa makanan dan kotoran yang dihasilkan menyediakan makanan dan nutrisi bagi populasi yang lain.  Beberapa jenis ikan seperti Parrotfish merupakan pemakan tumbuhan (herbivora) dan memakan alga yang ada di terumbu.  Setelah menggerus rangka terumbu karang guna mendapatkan alga secara tidak langsung mereka membentuk pasir karang.
Beberapa spesies dikenal sebagai pembersih dan membentuk stasiun pembersihan di sepanjang terumbu.  Ketika seekor ikan besar datang ke stasiun pembersihan, ikan pembersih akan memindahkan parasit dari ikan tersebut.  Jika ikan yang sama keduanya bertemu kembali di tempat yang lain, ikan yang lebih besar akan memakan ikan yang lebih kecil.  Tetapi tampaknya ada aturan yang lain yang digunakan pada stasiun pembersihan.
Dominasi dari satu atau dua komponen mikrohabitat dapat memberikan pengaruh dominansi dari famili ikan tertentu (misalnya: melimpahnya Sargassum memiliki proporsi kelimpahan ikan tertinggi dari famili Labridae). Spesies ikan berinteraksi sangat dekat dengan habitatnya bagi keseluruhan hidupnya dan juga ini menjadi alasan untuk membuat hipotesa bahwa distribusi dan struktur dari komunitas ikan karang harus berhubungan dengan variabel keberadaan habitat (McGehee 1994; Ohman and Rajasuria 1998).  Faktor yang telah ditemukan mempengaruhi struktur komunitas ikan meliputi keanekaragaman dasar, kompleksitas habitat, tutupan karang hidup, tutupan makro alga, kedalaman dan keberadaannya. Secara topografi, habitat karang kompleks atau berbagai bentuk pertumbuhan karang atau keanekaragaman bentuk dasar yang tinggi, seharusnya menyediakan banyak mikrohabitat, lokasi tempat perlindungan dan sumber makanan bagi sejumlah besar individu dan spesies ikan .
Benfield et al. (2008) menemukan adanya hubungan positif antara tutupan karang bercabang dengan famili Serranidae.  Serranidae yang berasosiasi dekat dengan karang bercabang dan menggunakan struktur ini sebagai tempat perlindungan (misalnya pada spesies Epinephelus analogus dan Serranus psittacinus).
Kelompok herbivora juga memiliki korelasi yang positif dengan tutupan karang bercabang dalam tempat komunitas karang (Ohman and Rajasuria 1998).  Tempat alga berfilamen tumbuh dan diantara percabangan dan koloni karang juga menyediakan sumber makanan bagi ikan (Ohman and Rajasuria 1998) dan banyak dari herbivora merupakan anggota kelompok Pomacentridae, yang dominan pada habitat yang menggunakan karang sebagai tempat berlindung (Wellington 1982; Ohman and Rajasuria 1998).
Hubungan positif antara Tetradontidae dan kelimpahan karang massif dapat dijelaskan melalui keberadaan famili ini pada sumber makanan (Guzman and  Robertson 1989).  Pada pengamatan ini, mereka menemukan beberapa spesies ditemukan berasosiasi dengan karang massif yang secara umum jumlahnya lebih besar yang akan menerangkan hubungan di antara karang masiif dan dibandingkan dengan jumlah spesies dari komunitas karang setempat.
          Kemampuan untuk bermanuver juga sangat penting bagi ikan-ikan karang yang hidup di terumbu karang. Beberapa jenis ikan-ikan karang (wrasse, parrot fish, dan surgeonfishes (Acanthuridae) tidak lagi berenang layaknya ikan-ikan lain yang berenang dengan berosilasi normal kecuali dalam keadaan darurat dan bukannya mengepakkan sirip dadanya. Ikan-ikan jenis triggerfishes (Balistidae) yang memiliki sirip punggung dan ventral yang berpasangan serta ada pula yang ikan-ikan yang memiliki pasangan sirip yang berpola seperti pada ikan kuda laut (seahorses), ikan pipa (pipefishes) dan ikan terompet (trumpet fishes) (Bone and Moore 2008).